GRATIS ONGKIR 08986508779 | Sinopsis Beli Harga | Novel Surga Yang Tak Dirindukan 2 :
Asma Nadia
Penulis Pemenang Adikarya IKAPI 2000, 2001, 2005 // Novelis Terbaik
IBF Award 2008 // Tokoh Perubahan Republika 2010 // Penulis Fiksi
Terfavorit, Goodreads Indonesia 2011 // Perempuan Inspiratif SHE
CAN! Award dari Tupperware // Delapan Kebanggaan Bangsa Pilihan
Yahoo! 2011 // Tokoh Perbukuan Islam IKAPI 2012 // International
Writing Program, Iowa, 2013 // Kartini 2015 Bank Indonesia //
Perempuan Inspiratif Wardah Beauty 2015 //The 500 Most Influential
Muslims in The World 2012,2013,2014,2015,2016.
Arini yang tegar sadar bahwa keikhlasannya kini diuji. Kehilangan berturut-turut dan penyakit yang menggerogoti
ketahanan fisik dengan susah payah bisa diatasi, namun ada hal lain yang lebih membebani, yakni segera menemukan jejak Mei Rose sebelum dia dikalahkan waktu.
Mei Rose yang kini mulai menata hidupnya pun terjebak dalam pilihan antara kenangan pada sosok lelaki bermata cokelat yang penuh kasih dengan si pengagum rahasia bernama Syarief Kristof yang romantis.
Meski akhirnya keputusan sudah digenggam, namun sebuah kejadian memilukan menenggelamkannya lagi di kebimbangan.
Judul : Surga Yang Tak Dirindukan 2
Penulis : Asma Nadia
Penerbit : Asma Nadia Publishing House
No ISBN : 9786029055528
Tebal : 356 Halaman
Sampul : Soft Cover
Tentang Penulis Novel Surga Yang Tak Dirindukan 2 :
Sosok wanita satu ini bisa dikatakan menjadi inspirasi bagi banyak anak muda di Indonesia melalui novel-novelnya. Dialah Asma Nadia. Siapa dia? Asma Nadia merupakan salah satu penulis novel dan cerpen kenamaan asal Indonesia.
Ia adalah salah satu penulis wanita yang mampu menarik perhatian masyarakat dengan karya-karya yang fenomenal. Beberapa dari novelnya bahkan diangkat ke layar lebar menjadi sebuah film.
Tulisan-tulisannya telah banyak yang dipublikasikan ke dalam buku yang mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Biografi dan profil Asma Nadia diisi dengan prestasi dan perjalanan hidup meraih kesuksesan yang telah dirintisnya sejak masih kanak-kanak. Bakatnya dalam bidang menulis sudah tumbuh sejak ia duduk di bangku sekolah dasar.
Kepiawaiannya merangkai kata menjadi untaian kalimat yang bermakna seperti sebuah anugrah yang telah didapatnya sejak lahir. Keuletannya untuk terus mengasah kemampuan menulis menjadikan ia sukses menjadi salah satu penulis terkenal dengan deretan karya yang berkualitas.
Riwayat Pendidikan Asma Nadia
Asma Nadia memiliki nama asli Asmarani Rosalba. Perempuan manis berkulit putih ini lahir di Jakarta 26 Maret 1972 dari pasangan Amin Usman dan Maria Eri Susanti yang merupakan seorang mualaf berdarah Tionghoa. Asma nadia memiliki seorang kakak perempuan bernama Helvy Tiana Rosa, ia juga memiliki adik laki-laki bernama Aeron Tomino
Ia tumbuh dalam keluarga yang mencintai seni menulis. Kedua saudaranya menekuni bidang yang sama dengan Asma. Suaminya bahkan juga seorang penulis dan dua anak Asma juga memiliki keinginan yang besar untuk meneruskan jejak sang ibu dengan terjun ke dunia tulis-menulis. Mengenai pendidikan Asma Nadia diketahui dari masa remajanya yang dihabiskan dengan bersekolah di SMA Budi Utomo.
Ia kemudian melanjutkan pendidikan tinggi ke Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Namun, kondisi yang kurang menguntungkan harus membuat langkah Asma berhenti untuk menimba ilmu di perguruan tinggi. Sakit yang kala itu diderita tidak memungkinkan baginya untuk melanjutkan kuliah.
Langkah yang terhenti di bangku kuliah tidak membuat Asma putus asa. Ia terus menekuni hobi menulisnya. Dukungan dari keluarga dengan cinta kasih yang tak pernah surut dan dorongan semangat yang tak pernah padam membuatnya kuat menjalani hari-hari yang berat. Ia terus menulis meski dalam kondisi yang tidak sehat.
Asma rajin mengirimkan tulisannya ke berbagai redaksi majalah. Karya yang dihasikan Asma bukan hanya dalam bentuk cerpen saja, ia juga menulis puisi dan lirik lagu. Karya-karya awal Asma yang sangat terkenal adalah album Besatari yang terdiri dari 3 seri, cerpen berjudul Koran Gondrong dan Imut yang mampu mengantarkannya menjuarai Lomba Menulis Cerita Pendek Islami (LMCPI) pada tahun 1994 dan 1995 yang diselenggarakan oleh majalah Anninda.
Keluarga Asma Nadia
Asma Nadia menikah dengan pria bernama Isa Alamsyah pada tahun 1995. Dari pernikahannya tersebut, Asma Nadia dikaruniai dua orang anak bernama Eva Maria Putri Salsabila dan Adam Putra Firdaus.
Deretan Prestasi yang Diperoleh Asma Nadia
Dari berbagai referensi mengenai yang mengulas mengenai biografi dan profil Asma Nadia, diketahui bahwa prestasi Asma Nadia memang sudah tidak diragukan lagi. Prestasi yang dihimpun Asma Nadia dari berbagai karyanya sudah sangat banyak. Ia sudah sering memenangkan berbagai lomba di ajang nasional maupun internasional.
Salah satu bukunya yaitu Rembulan di Mata Ibu menjadi pemenang dalam kategori Buku Remaja Terbaik tahun 2001. Selain itu, Asma juga berhasil meraih penghargaan dari Mizan Award karena keberhasilan dua buah karyanya yang masuk dalam antologi cerpen terbaik di Majalah Annida.
Asma Nadia juga aktif melakukan perjalanan baik di dalam maupun luar negeri untuk menjadi pembicara di berbagai acara. Kemampuannya yang sudah sangat diakui membuatnya menjadi salah satu tokoh yang bisa menularkan inspirasi dan ilmu terutama di bidang sastra. Tahun 2009 Asma bahkan melakukan perjalanan keliling Eropa untuk mengisi seminar di beberapa kota seperti Jenewa, Berlin, Roma, Manchester dan Newcastle.
Karyanya yang bernuansa islami juga ada beberapa yang telah diangkat ke layar lebar. Film-film dari buku Asma yang telah menghiasi dunia seni peran di Indonesia dintaranya adalah Assalamualaikum Beijing, Emak Ingin Naik Haji, Rumah Tanpa Jendela dan Surga yang tak dirindukan.
Dikutip dari beberapa sumber, Bagi Asma Nadia, menulis baginya merupakan sebuah ibadah. Dengan menulis ia dapat memberi inspirasi bagi banyak orang. Selain itu ia juga dapat memberikan edukasi serta pencerahan dari tulisan-tulisannya. Ia bahkan aktif menulis setiap hari.
Selain itu, ia juga sangat gemar membaca sehingga memberikan ia inspirasi bagi tulisan-tulisannya sekaligus menambah pengetahuannya.
Hobi lain dari Asma Nadia adalah fotografi namun salah satu hobi yang paling disukai oleh Asma Nadia adalah Traveling. Hobinya ini membuat ia kemudian dikenal sebagai ‘Jilbab Traveler’. Asma Nadia bahkan sudah mengunjungi 59 negara dan lebih dari 200 kota di Dunia.
Disamping itu Asma Nadia juga sangat konsisten dalam beramal. Ia kemudian mendirikan Yayasan bernama Yayasan Asma Nadia. Dari yayasan tersebut, ia kemudian mendirikan Rumah Baca Asma Nadia yang banyak tersebar di seluruh Indonesia yang ditujukan untuk para anak yatim piatu serta anak-anak yang kurang mampu.
Itulah biografi Asma Nadia yang sangat inspiratif dan memuat banyak pelajaran hidup yang positif. Semoga bermanfaat bagi para pembaca sekalian.
Sumber :
REVIEW Novel Surga Yang Tak Dirindukan 2
“Jika cinta bisa membuat seorang perempuan setia pada satu lelaki, kenapa cinta tidak cukup membuat lelaki bertahan dengan satu perempuan?”
Apa artinya rumah yang selama ini kerap dianggap sebagai surga, jika tak lagi menjadi pelabuhan yang ramah dan tak lagi dirindukan oleh pemiliknya? Begitulah suasana yang ditampilkan dalam novel ini. Isu poligami yang diangkat dari sisi agama dan kultural di Indonesia. Memotret tiap rasa dari semua sisi: sisi suami, sisi “korban”–dalam hal ini istri pertama-dan sisi perempuan pemilik istana kedua.
Melalui tokoh Arini, seorang istri yang soleha, cerdas, berkarir sebagai penulis, membaktikan diri pada suami. Sosok yang mendekati sempurna, dikaruniai tiga anak yang sehat, dan pernikahan yang harmonis selama sepuluh tahun. Tak pernah menyangka bahwa suaminya, Pras, akan menikah lagi. Alasan apa yang membuat Pras rela membangun istana kedua bersama Mei Rose, wanita peranakan Cina, mualaf dan memiliki satu anak, sementara kehidupan mereka berdua begitu sempurna bagai di negeri dongeng. Seharusnya segalanya berjalan indah, happily ever after.
Membacanya, mengingatkan saya pada kalimat “It’s too good to be true, it means not true.” Juga kalimat bijak lainnya “Sesuatu yang terlalu… seperti terlalu baik, menandakan bahwa itu tidak baik.” Yaa… hidup yang terlalu sempurna seharusnya hanya ada di surga.
Menarik sekali, ketika saya membaca pengantar dari penulis dan ragam komentar dari pembaca buku di fanpage asma nadia mengenai tanggapan “Apa yang akan kamu lakukan jika ayah/suami/abang/anak lelakimu menikah lagi?”
Pro dan kontra nampak jelas di sana. Saya sendiri, tak dapat membayangkan apa keputusan yang akan saya ambil dalam posisi tokoh Arini. Ending yang dibuat oleh mbak Asma pun begitu menggantung. Membebaskan pembacanya menginterpretasikan sendiri, apakah tokoh utama pro atau kontra terhadap poligami.
Ah… isu ini begitu rumit. Sebab, kita berbicara dengan perasaan. Meski memaksa logika turut mewarnainya, akan tetap ada hati yang limbung, terluka, teriris perih bahkan kehilangan identitas.
Baiklah, saya beri 4 dari 5 bintang untuk novel dengan bahasa yang ringan dicerna ini.
(Meta Morfillah, Goodreads Indonesia)
DI antara deretan perempuan penulis Indonesia, Asma Nadia memang pantas dicatat sebagai salah satu pengarang yang cukup produktif. Tak kurang dari 33 karya telah lahir dari buah pikiran kreatif pengarang satu ini. Dengan mengangkat beragam tema dan persoalan hidup kaum wanita, mulai dari cinta remaja, kekerasan terhadap perempuan, luka hati seorang istri (akibat pologami) sampai penderitaan umat Islam di Palestina, Asma Nadia mampu meneguhkan jadi penutur kehidupan.
Tapi Asma Nadia memilih jalur lembut. Ia tidak mengumbar tubuh dan seksualitas, melainkan lebih memilih jalan menyuarakan luka perempuan dengan balutan sastra Islami. Meski tak dimungkiri tidak sedikit percikan pemikiran yang diselipkan mengandung gugatan, tapi sebongkah pemberontakan itu semata-mata diusung sebagai bentuk solidaritas terhadap kaum perempuan. Apalagi dia tergolong pengarang yang memiliki kepiawaian bertutur.
Pantas, jika tiga penghargaan Adikarya Ikapi pernah ia raih. Selain itu, pernah terpilih sebagai peserta terbaik Majelis Sastra Asia Tenggara bahkan dalam Islamic Book Fair 2008 kemarin, novel Asma Nadia Istana Kedua mendapat penghargaan sebagai fiksi islami terbaik. Penghargaan itu memang cukup beralasan. Novel ini, digarap dengan kesabaran dan ketelitian selama 6 tahun. Tidak salah, jika Istana Kedua mampu menyuguhkan kedetailan kisah serta kerumitan alur. Kendati begitu, novel ini bukanlah kitab suci yang nyaris tanpa bopeng.
***
Novel ini menghadirkan kisah cinta segi tiga (dua perempuan dan satu lelaki) dalam rumah tangga yang terangkai dalam kepingan-kepingan kisah yang berpilin. Bertahun-tahun kehidupan rumah tangga Arini dan Andika Prasetya tak pernah ditimpa masalah dan bisa dikata bahagia. Apalagi dari perkawinan itu, lahir 3 anak (Nadia, Adam dan Putri) yang mampu membuat Pras dan Arini bahagia.
Pras yang berkerja sebagai dosen, dan tipe seorang suami dan ayah yang baik, adalah sosok lelaki yang tidak neko-neko. Lebih-lebih, ia sangat mencintai Arini. Jadi, dalam hati, Pras tidak terbesit niat untuk membangun rumah kedua dalam perkawinan. Tetapi suatu hari, Pras tidak sengaja mengalami kecelakaan –akibat kecerobohan Bulan (bernama asli Mei Rose), seorang wanita keturunan China yang tak lagi punya keinginan untuk hidup -lantaran ia memiliki masa lalu yang kelam.
Bulan yang tumbuh sebagai anak yatim piatu dan diasuh tantenya yang kejam, ternyata harus menderita lantaran ditampar kepedihan –akibat hamil di luar nikah. Ray (rekan kerja Bulan) telah merenggut keperawanannya dan tak mau bertanggung jawab. Lepas dari Ray, Bulan kemudian berkenalan dengan David. Karena David kerap menyiksanya, ia kecewa. Nyaris putus asa, Bulan “menyebar” email mengharap kehadiran seorang lelaki yang mau menjadikannya istri kedua. Email itu menggiurkan Luki Hidayat untuk berbuat busuk. Bulan terperangkap jebakan Luki hidayat –yang berniat menikahinya.
Tetapi, tepat di hari pernikahan itu, Luki Hidayat tak datang. Padahal, lelaki itu telah menguras tabungan Bulan. Praktis, Bulan sakit hati. Dengan kesal, ia pulang membawa mobil dengan kecepatan tinggi –berharap mati daripada hidup dirundung duka tiada akhir. Tetapi, dalam sebuah kecelaan, dia diselamatkan Pras. Lebih dari itu, Pras juga membayar biaya pengobatan, dan proses persalinan Bulan. Rupanya, kebaikan Pras itu, membuat Bulan terpikat. Tidak salah jika Bulan yang semula ingin bunuh diri seperti menemukan seorang malaikat. Maka, dia meminta Pras menikahinya -meski jadi istri kedua. Pras tidak keberatan, apalagi Bulan mau masuk Islam.
Jelas, kehadiran Bulan –yang bernama asli Mei Rose– di hati Pras (sebagai istri kedua), itu membuat Arini harus berbagi tempat. Ketika suatu hari ia mencium gelagat Pras telah poligami, ia pun bagai disambar petir. Anehnya, meski mencium gelagat itu, Arini tidak memiliki keberanian untuk melabrak Pras. Arini yang berasal dari Solo diam meskipun hatinya pedih. Hingga suatu hari, ia melihat Pras dan Bulan jalan bermesraan.
Tak ada kata kompromi, Arini pulang dan mengemasi pakaian. Ia terbang ke Solo. Hati Arini hancur berkeping-keping. Tapi apa yang terjadi kemudian? Arini sadar bahwa dia bukanlah Cinderela yang dipinang sang pangeran baik hati setelah sang pangeran itu menemukan salah satu sepatunya di depan masjid kampus. Ia tahu, hidupnya tak seperti kisah dalam dongeng, apalagi Bulan yang semula hanya butuh jadi istri kedua yang sah ternyata menuntut Arini lebih dari itu; keikhlasan berbagi.
***
DITULIS dalam rentang waktu 6 tahun, tak mustahil kalau novel ini cukup mengagumkan. Asma Nadia cukup piawai merangkai cerita biasa jadi rumit, bahkan berbelit dan berliku.
Tetapi harus diakui novel ini tak lepas dari kebopengan. Pertama, Asma Nadia menghadirkan konflik di awal cerita. Maka, ritme cerita menjadi tegang, dan memuncak sedari awal yang kemudian memaksa pengarang mengulur-ulur jalan cerita agar tak cepat tergelincir pada ending cerita. Jadi, alur cerita terlihat dipanjang-panjangkan. Padahal, kalau sejak awal Arini “berani mengorek” hati Pras, novel ini praktis sudah tamat.
Kedua, karakter Pras nyaris dikesampingkan. Padahal, karakter Arini dan Bulan dielaborasi dengan detail, nyaris mendapat tempat penceritaan bergantian. Maka, Pras seakan layak disalahkan. Selain itu, Pras yang tak memiliki cacat, tipe suami dan ayah yang baik pun digambarkan lemah –seakan tidak memiliki pendirian. Padahal, jika pengarang menampilkan “tokoh” Pras sebagai “tokoh ketiga” yang mendapat tempat (dari sudut pencerita Pras), tak mustahil novel ini akan memikat.
Ketiga, alur kisah yang berjalan berliku ternyata dilukai faktor kebetulan Pras mengalami kecelaan lalu menolong Bulan. Unsur kebetulan itu, nyaris tidak beda jauh dengan logika sinetron. Padahal, jika Bulan dan Pras tidak dipertemukan dalam kecelakaan kebetulan, novel ini pasti lebih menukik.
Keempat, novel ini nyaris tak didukung riset (data sejarah) memadai, kecuali hanya riset ringan pengalaman hidup semata. Padahal, saat pengarang mengisahkan latar belakang Mei Rose yang memiliki orangtua hidup di zaman “kerusuhan 1965” dielaborasi lebih jauh, pasti akan menghadirkan kisah yang lebih berwarna.
***
TAPI kebopengan itu tidaklah cukup berarti karena pengarang yang lahir pada 26 Maret 1972 ini mampu menutupinya dengan kelebihan yang mengagumkan.
Pertama, laku bertutur berpilin-pilin, tidak lempeng, melompat-lompat dengan ending susah ditebak. Memang, pengarang seperti tidak setia memegang teguh kronologis. Tetapi, pengarang mampu mengembangkan keliaran bertutur dengan tetap meninggalkan jejak yang terlewat, kemudian melangkah maju dan mundur lagi. Jalan cerita pun jadi tak membosankan. Apalagi, secara bergantian pengarang berkisah tokoh Arini dan Bulan. Jadi, novel ini tak berpusat pada satu tokoh, melainkan dua tokoh utama. Dari dua tokoh yang tak ada titik temu di awal kisah, kemudian dijalin dalam satu bangunan di akhir cerita yang mampu mengiris hati pembaca.
Kedua, dengan laku bertutur di atas, pengarang tak mengungkap tabir dengan gamblang, tapi dibuka setahap demi setahap sehingga mengundang penasaran. Tak salah, jika pembaca seperti dibawa arus penasaran dan kunci dari penasaran itu dibuka pengarang di ending cerita.
Ketiga, capaian estetik pengarang buku Trilogi Catatan Hati dalam menggelindingkan novel ini dibangun dengan cita rasa bahasa yang kadang puitis, tak sederhana bahkan penuh metafor. Tak salah, jika novel Istana Kedua ini meraih penghargaan sebagai fiksi terbaik islami dalam Islamic Book Fair 2008.***
(N Mursidi, Goodreads Indonesia)
Brilliant!
Ini buku tentang poligami yg matang, bagus dan jauh dari klise. Di jalin secara indah dan cerdas. Karakter para tokohnya kuat. Alurnya mengalir–tidak linier, agak rumit tapi asyik–dan diimbangi dengan kelincahan yang lihai dalam menggunakan sudut pandang!
(Helvy, Goodreads Indonesia)
=============================================================
Harga Jual Novel Surga Yang Tak Dirindukan 2 :
Harga jual Novel Surga Yang Tak Dirindukan 2 adalah Rp 64.000,- namun www.BursaBukuBerkualitas.com jual Novel Surga Yang Tak Dirindukan 2 dengan HARGA SPESIAL hanya Rp 48.000,-
=============================================================
Cara Beli Novel Surga Yang Tak Dirindukan 2
www.BursaBukuBerkualitas.com jual Novel Surga Yang Tak Dirindukan 2 , caranya bisa langsung melalui web ini atau hubungi FAST RESPON di SMS/WA : 08986508779 atau
=============================================================GRATIS ONGKIR hingga Rp 20.000 untuk setiap pembelian buku diatas Rp 250.000
=============================================================
Belanja Sambil Berbagi : Dengan membeli buku di www.BursaBukuBerkualitas.com berarti telah BERBAGI #BuatMerekaTersenyum, karena 10% laba usaha kami, disisihkan untuk kegiatan sosial komunitas
Jazaakumullah… :)